TUGAS
TERSTRUKTUR ETIKA DAN KOMUNIKASI BISNIS
PELANGGARAN
ETIKA BISNIS
Oleh
:
Tiffany
Gumilang Windhesty
A1M012005
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
PROGRAM
STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bisnis modern merupakan realitas yang
sangat kompleks. Hal ini tidak hanya terjadi pada bisnis makro, namun juga
mikro. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai
kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas
masyarakat modern. Karena bisnis merupakan kegiatan sosial, yang di dalamnya
terlibat banyak orang, bisnis dapat dilihat sekurang-kurangnya dari 3 sudut
pandang berbeda, antara lain: sudut pandang ekonomi, sudut pandang hukum, dan
sudut pandang etika.
Dilihat dari sudut pandang ekonomis, bisnis
adalah kegiatan ekonomis. Hal yang terjadi dalam kegiatan ini antara lain tukar
menukar, jual beli, memproduksi memasarkan, dan kegiatan lainnya yang bertujuan
untuk mencari keuntungan. Namun, perlu diingat pencarian keuntungan dalam
kegiatan berbisnis tidak hanya sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi. Pada
kenyataannya, banyak pelaku bisnis di Indonesia tidak memikirkan tentang hal
tersebut. Mereka lebih cenderung untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya
tanpa memikirkan kerugian pihak lain. Sebagai contoh, seseorang yang ingin
menjual sepeda motornya kepada seorang pembeli. Penjual tersebut menjual dengan
harga tinggi. Padahal, banyak kekurangan pada motor tersebut. Namun si penjual
tidak mengatakan hal tersebut kepada pembelinya. Dia tidak peduli dengan
kerugian yang akan ditanggung oleh si pembeli. Yang diinginkan penjual tersebut adalah mendapat banyak
keuntungan. Hal ini hanya ada satu pihak yang
diuntungkan, sedangkan yang lain dirugikan.
Dengan tidak mengindahkan peranan sentral
dari sudut pandang ekonomis, perlu ditambahkan juga sudut pandang moral. Dalam
kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam
mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai
tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang
lain perlu diperhatikan. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu
yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis
akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka
panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis
yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik
secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam
praktek hukum, banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada
taraf nasional maupun taraf internasional. Walaupun terdapat hubungan erat
antara norma hukum dan norma etika, namun dua macam hal itu tidak sama.
Ketinggalan hukum, dibandingkan dengan etika, tidak terbatas pada
masalah-masalah baru, misalnya, disebabkan perkembangan teknologi. Pada tahun
1985 di Indonesia terjadi kasus menggemparkan dengan berita dalam media massa
Internasional tentang dibajaknya kaset rekaman yang memuat lagu-lagu artis
kondang dan dibuat untuk tujuan amal. Pada saat itu perbuatan tersebut menurut
hukum yang berlaku di Indonesia masih dimungkinkan, tetapi dari segi etika
tentu tidak dibenarkan karena dua alasan, pertama dengan pembajakan kaset ini,
berarti melanggar hak milik orang lain, kedua pembajakan lebih jelek lagi
karena kaset itu berkaitan dengan maksud amal. Dapat dimengerti bila reaksi di
luar negeri terhadap pembajak Indonesia itu sangat tajam dan emosional.
Tanpa disadari, kasus pelanggaran etika
bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar,
kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan
berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika
bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di
Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak
sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai
pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan
pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta
mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang
umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
dibahas mengenai pelanggaran etika bisnis di Indonesia serta faktor-faktor yang
menyebabkan pelanggaran etika bisnis.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis ?
2. Bagaimana bentuk pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan
berbisnis di Indonesia?
3. Apa faktor-faktor yang mendorong pebisnis untuk melakukan
pelanggaran etika bisnis ?
C. Tujuan
a. Agar mahasiswa mengetahui pengertian etika dan etika bisnis
b. Agar mahasiswa mengetahui pelanggaran etika dalam berbisnis
c. Agar mahasiswa mengetahui
model kasus bagaimana yang melanggar etika berbisnis
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Etika Bisnis
Sepanjang sejarah,
kegiatan perdagangan ataupun bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Sejak
manusia terjun ke bidang perniagaan, disadari juga kegiatan ini tidak terlepas
dari masalah etika. Sesuai fungsinya baik secara makro maupun mikro, sebuah
bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Pada nantinya,
jika suatu bisnis dijalankan berdasarkan etika dan tanggung jawab sosial, tidak
hanya lingkungan makro dan mikronya saja yang mendapat keuntungan, namun
perusahaan itu sendiri juga akan mendapatkan keuntungan secara langsung
(Djakfar, 2012).
Istilah
etika memiliki beragam makna berbeda. Ada yang menyebutkan bahwa etika adalah
semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu
sendiri. Pendapat lain menyebutkan bahwa etika adalah kajian moralitas.
Sedangkan moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok
mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Meskipun etika berkaitan
dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika merupakan
studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang
benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika
mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar dan salah, dan moral yang
baik dan jahat (Djakfar, 2012).
Etika
bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita
tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi,
aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Etika bisnis merupakan studi
standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi
yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang
dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada didalam organisasi (Djakfar, 2012).
Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral
dalam aktivitas bisnis. Beberapa orang berpendapat bahwa orang yang terlibat
dalam bisnis hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan financial bisnis
mereka dan tidak membuang-buang energy mereka atau sumber daya perusahaan untuk
melakukan pekerjaan baik. Etika seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan
menunjukan bahwa etika mengatur semua aktifitas manusia yang disengaja, dan
karena bisnis aktivitas manusia yang disengaja, etika juga hendaknya berperan
dalam bisnis. Argument lain berpandangan bahwa, aktivitas bisnis, seperti juga
aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksist kecuali orang yang terlibat dalam
bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika. Bisnis
merupakan aktifitas kooperatif yang eksistensinya mensyaratkan prilaku eksis
(Laura, 2012).
Dalam
masyarakat tanpa etika, seperti ditulis filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan
kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan “perang antar manusia
terhadap manusia lain”, dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi
“kotor, brutal, dan dangkal”. Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak
mungkin dapat melakukan aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Karena bisnis
tidak dapat bertahan hidup tanpa etika, maka kepentingan bisnis yang paling
utama adalah mempromosikan prilaku etika kepada anggotanya dan juga masyarakat
luas (Laura, 2012).
Etika
hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsisten
dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Contoh merck dikenal
karena budaya etisnya yang sudah lama berlangsung, namun ia tetap merupakan
perusahaan yang secara spektakuler mendapatkan paling banyak keuntungan
sepanjang masa.
Sebagian besar orang akan menilai perilaku etis dengan
menghukum siapa saja yang mereka persepsi berprilaku tidak etis, dan menghargai
siapa saja yang mereka persepsi berprilaku etis. Pelanggan akan melawan
perusahaan jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan perusahaan
dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli produknya.
Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukkan absentisme lebih
tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah yang tinggi. Sebaliknya,
ketika karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang mengikuti manajer.
Melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan manajer sah.
Ringkasnya, etika merupakan komponen kunci manajemen yang efektif. Dengan
demikian, ada sejumlah argument yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa etika
hendaknya diterapkan dalam bisnis (Laura, 2012).
B. Bentuk
Pelanggaran Etika Bisnis
Mempraktekkan bisnis
dengan etiket berarti mempraktekkan tata cara bisnis yang sopan dan santun
sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis
diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis,
dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum sebagai
apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalahgunakan kedudukan dan
kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong
pembicaraan orang lain.
Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang
menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja,
dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis
adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika
bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip
dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa
berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan
bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur,
pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan
tidak bermoral.
Berikut
adalah bentuk-bentuk pelanggaran etika
bisnis dan contoh pelanggaran etika dalam
kegiatan bisnis di Indonesia :
a.
Pelanggaran etika bisnis terhadap
hukum
Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya
memutuskan untuk Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK
itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur
dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x
dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan terhadap hukum.
b.
Pelanggaran etika bisnis terhadap
transparansi
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA.
Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada
setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada
mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka
harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi
tentang penggunaan uang itu kepada wali murid.
Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru
memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragama guru.
Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan melanggar
prinsip transparansi.
c.
Pelanggaran etika bisnis terhadap
akuntabilitas
Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada
seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan
mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu
mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia
diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan
kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola
sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut.
Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan
mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar
prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.
d.
Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja melakukan rekrutmen untuk
tenaga baby sitter. Dalam pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan
berjanji akan mengirimkan calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training
dijanjikan akan dikirim ke negara-negara tujuan. Bahkan perusahaan tersebut
menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika
mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang terarik dengan tawaran
tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk
ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak
kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan. Ketika
dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu
seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut
telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai
calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja.
e. Pelanggaran
etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak
memberikan surat ijin membangun rumah dari developer kepada dua orang
konsumennya di kawasan kavling perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen
pertama sudah memenuhi kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan
biaya administrasi lainnya.
Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban
membayar kelebihan tanah, karena setiap kali akan membayar pihak developer
selalu menolak dengan alasan belum ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di
Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan kavling itu hanya dua orang ini yang
belum mengantongi izin pembangunan rumah, sementara 30 konsumen lainnya sudah
diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun semuannya. Alasan yang dikemukakan
perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran kepada dua konsumen tadi
karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya untuk melakukan
penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini perusahaan
property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak
memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
f.
Pelanggaran etika bisnis terhadap
prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan
dengan sebuah perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan
kesepakatan pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor.
Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas
spesifikasi bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa
bulan kondisi bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak
perusahaan kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena
tidak memenuhi spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan
perusahaan pengembang.
g. Pelanggaran
etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah, sebut saja X, dari perusahaan
pembiayaan terlambat membayar angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena
anaknya sakit parah. X sudah memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang
keterlambatannya membayar angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari
perusahaan. Beberapa minggu setelah jatuh tempo pihak perusahaan langsung
mendatangi X untuk menagih angsuran dan mengancam akan mengambil mobil yang
masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih dengan cara yang tidak sopan dan
melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam kasus ini kita dapat
mengakategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran prinsip empati
pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan peringatan
kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.
C.
Faktor – faktor Pelanggaran
Etika Bisnis
Pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal tersebut
adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan
dampak buruk yang terjadi selanjutnya. Faktor lain yang membuat pebisnis
melakukan pelanggaran antara lain :
1. Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang
lebih menarik
2. Ingin menambah pangsa pasar
3. Ingin menguasai pasar.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor pertama adalah
faktor yang memiliki pengaruh paling kuat. Untuk mempertahankan produk
perusahaan tetap menjadi yang utama, dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran
pada produk lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa
ada keunggulan dari produk tersebut. Iklan hanya bertujuan untuk
menjelek-jelekkan produk iklan lain.
Selain ketiga
faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Gwynn
Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan
kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
1. Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung sering
melakukan kecurangan.
2. Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya
sendiri cenderung menjadi pendusta.
3. Orang yang hanya menuruti kata hatinya, bingung
dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung berbuat
curang.
4. Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut,
prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap godaan
untuk berbuat curang.
5. Orang yang cerdas (intelligent) cenderung
menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
6. Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung
menjadi lebih jujur.
7. Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang atau
mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
8. Masing-masing individu mempunyai kebutuhan yang
berbeda dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga mudah tergerak
untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
9. Kehendak berbohong, main curang dan mencuri akan
meningkat apabila orang mendapat tekanan yang besar untuk mencapai tujuan yang
dirasakannya sangat penting.
10. Perjuangan untuk menyelamatkan nyawa mendorong untuk
berlaku tidak jujur.