PENGARUH SUHU TERHADAP MINYAK
Tiffany Gumilang Windhesty, A1M012005
ABSTRACT
Kandungan asam lemak pada beberapa jenis
minyak berbeda satu sama lain baik jenis maupun jumlahnya. Pada minyak dengan
asam lemak jenuh yang tinggi akan memiliki titik leleh yang tinggi. Bila minyak
tersebut didinginkan maka akan membeku. Praktikum pengaruh suhu terhadap minyak
bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pada beberapa jenis minyak. Selain itu
juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap sifat fisik
minyak yang meliputi keadaan cair atau padat, warna, serta bau. Minyak yang diuji
terdiri dari minyak kelapa klentik, VCO, minyak kedelai, minyak kelapa sawit
komersial, minyak kelapa sawit curah, dan minyak jagung. Pengujian dilakukan
dengan memasukkan setiap jenis minyak ke dalam dua tabung reaksi, lalu
dilakukan dua perlakuan yaitu dimasukkan ke dalam beaker glass berisi air suhu
ruang dan pada beaker glass yang berisi air suhu dingin (di bawah 5°C). Setelah
didiamkan selama 10 menit setiap minyak diamati warna, bau dan kondisi cair
atau padat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada suhu ruang semua jenis
minyak berada pada kondisi cair. Sedangkan pada suhu di bawah 5°C ada dua
minyak yang berfase padat atau membeku yaitu minyak kelapa klentik dan VCO,
kemudian ada juga yang agak membeku yaitu minyak kelapa sawit curah dan minyak jagung.
Pada pengamatan warna minyak, pada suhu ruang minyak klentik dan VCO berwarna
bening, minyak kedelai berwarna kuning keputihan, minyak kelapa sawit komersial
berwarna kuning keemasan, minyak kelapa sawit curah berwarna kuning, minyak jagung
berwarna kuning cerah. Sedangkan pada suhu dingin, hanya minyak klentik dan VCO
yang berbeda warnanya dibanding dengan pada suhu ruang yaitu menjadi putih,
untuk minyak yang lain memiliki warna yang sama dengan pada perlakuan suhu
ruang. Pada pengamatan bau minyak pada suhu ruang semua jenis minyak yang di
uji memiliki bau yang tidak tengik. Sedangkan pada suhu dingin hanya minyak
klentik yang berubah baunya yaitu menjadi tengik sedangkan minyak jenis lainnya
tidak mengalami perubahan.
PENDAHULUAN
Minyak
termasuk kelompok lipida sederhana yang bersifat tidak larut dalam air. Minyak cair
pada suhu ruang, hal ini disebabkan karena
rendahnya
kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh serta
mempunyai titik leleh yang rendah. Minyak
dan lemak adalah senyawa kimia yang banyak terdapat di alam. Minyak umumnya
berwujud cair
pada suhu ruang sedangkan lemak cenderung berwujud padat pada suhu ruang.
Asam-asam lemak merupakan komponen penyusun minyak dan lemak, dan asam lemak
ini merupakan senyawa rantai karbon. Dalam rantai karbon asam lemak tersebut,
terdapat ikatan antar karbon yang berjenis tunggal maupun rangkap. Ikatan jenis
tunggal pada rantai karbon memiliki kestabilan oksidatif yang lebih baik
dibandingkan ikatan rangkap. Sebaliknya, ikatan rangkap memberikan sifat minyak
yang cair pada suhu ruang. Minyak tersusun atas asam lemak dimana setiap jenis
minyak memiliki asam lemak penyusun yang berbeda-beda jenis dan jumlahnya.
Sebagai contoh minyak jagung memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang
tinggi yaitu oleat 29% dan linoleat 54% (Buckle,1985). Sedangkan minyak kelapa
memiliki kandungan asam lemak jenuh tinggi yaitu asam laurat sebanyak 44-52%
(Ketaren, 1986).
Beberapa jenis minyak (terutama yang tinggi kadar
asam lemak jenuhnya) memiliki titik leleh tinggi. Bila minyak jenis ini
didinginkan akan membeku. Tetapi ada juga lemak yang sudah menjadi cair pada
waktu temperatur mulai naik, kemudian akan memadat kembali. Pencairan kedua
akan terjadi pada temperatur yang lebih tinggi lagi. Bila lemak dengan sifat
seperti diatas diulangi pemanasannya, maka bahan akan mencair pada temperatur
yang lebih rendah dari temperatur pemanasan pertama. Dalam bahan makanan
terdapat berbagai jenis trigliserida, dan karena hal ini maka titik lebur lemak
dan minyak tidak tajam, tetapi merupakan kisaran suhu. Lemak dan minyak juga
menunjukan variasi yang besar pada sifat tekstur dan daya pembentuk creamnya.
Kekuatan ikatan antar radikal asam lemak dalam kristal mempengaruhi pembentuk
kristal. Hal ini berarti juga mempengaruhi titik cair lemak. Makin kuat ikatan
antar molekul asam lemak, makin banyak panas yang diperlukan untuk pencairan
kristal. Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi juga oleh sifat asam
lemak, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam Kristal. Gaya
ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis dan
trans pada asam lemak tidak jenuh. Demikian pula dapat dimengerti bahwa asam
lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih. Membiarkan 10 menit kemudian mengamati
: warna, bau, kondisi cair/padat (membandingkan isi tabung di dalam beaker 1
dengan beaker 2). Membuat hasil pengamatan ke dalam tabel tinggi daripada asam
lemak tidak jenuh. Adanya bentuk trans pada asam lemak akan menyebabkan
lemak mempunyai titik lebur yang lebih tinggi daripada adanya bentuk cis
( F.G Winarno ).
Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair
yang linier dengan bertambah panjangnya rantai atom karbon. Asam lemak dengan
ikatan trans mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam
lemak yang bersifat cis (Ketaren, 1986).
Warna merupakan salah satu sifat fisik dari minyak. Zat warna terdiri dari
dua golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu secara alamiah
terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak
pada proses ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna
kuning), xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan)
dan antosyanin (berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil
degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi
terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk
membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada
minyak tidak jenuh (Muchtadi, 2010).
Selain titik leleh dan warna minyak, sifat fisik minyak
yang juga penting adalah bau minyak. Bau atau flavor pada minyak dapat
disebabkan secara alam oleh beberapa asam lemak yang memiliki bau yang khas
misalnya asam butirat. Selain itu, adanya bau pada minyak (bau tengik) juga
disebabkan karena adanya kerusakan minyak akibat oksidasi dan hidrolisis. Pada
oksidasi minyak, akan terbebtuk senyawa-senyawa dengan rantai pendek seperti
aldehid rantai pendek, keton rantai pendek dan asam lemak dengan rantai lebih
pendek. Senyawa-senyawa tersebut memiliki bau yang tidak enak (tengik). Pada
hidrolisis minyak, asam lemak bebas akan terbentuk, asam lemak bebas dengan
rantai pendek juga mengasilkan bau tengik. Ada juga flavour yang disebabkan
oleh komponen bukan minyak contohnya bau khas minyak kelapa sawit dikarenakan
terdapatnya beta ionone, sedang bau
khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl
methylketon (Ketaren, 1986).
METODE PRAKTIKUM
A. ALAT DAN BAHAN
Alat : tabung reaksi, pipet ukur, beaker glass 500 ml,
rak tabung reaksi.
Bahan : minyak kelapa klentik, VCO (Virgin Coconut Oil),
minyak kedelai, minyak kelapa sawit komersial (merk rosebrand), minyak kelapa
sawit curah (merk malinda), minyak jagung, air suhu ruang (±27C), air suhu di bawah 5°C.
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
Praktikum pengujian pengaruh suhu terhadap minyak
digunakan enam jenis minyak yaitu minyak kelapa klentik, VCO (Virgin Coconut
Oil), minyak kedelai, minyak kelapa sawit komersial (merk rosebrand), minyak
kelapa sawit curah (merk malinda), minyak jagung. Setiap jenis minyak sebanyak
10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing dua tabung, sehingga
seluruhnya ada 12 tabung reaksi. Masing-masing minyak diberi dua perlakuan.
Perlakuan pertama tabung yang berisi minyak dimasukkan ke dalam beaker glass
berisi air dengan suhu ruang (±27C), sedangkan yang lain dimasukkan ke dalam beaker glass
yang berisi air dengan suhu di bawah 5°C. Tabung dibiarkan di dalam beaker
glass tersebut selama 10 menit, kemudian diamati sifat fisiknya meliputi warna,
bau, dan kondisi padat atau cair. Tabung reaksi di dalam beaker pertama dan
kedua dibandingkan hasilnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Pada praktikum
pengaruh suhu terhadap minyak, diperoleh dua jenis data yaitu data warna, bau
dan kondisi minyak yaitu pada suhu ruang (±27°C) dan pada suhu di bawah 5°C,
data hasil pengamatan disajikan dalam tabel di bawah ini.
a. Suhu ruang (±27°C)
No
|
Jenis Minyak
|
Warna
|
Bau
|
Kondisi (cair/padat)
|
1.
|
Minyak kelapa
klentik
|
Bening
|
Tidak tengik
|
Cair
|
2.
|
VCO
|
Bening
|
Tidak tengik
|
Cair
|
3.
|
Minyak kedelai
|
Kuning keputihan
|
Tidak tengik
|
Cair
|
4.
|
Minyak kelapa sawit
komersial
|
Kuning keemasan
|
Tidak tengik
|
Cair
|
5.
|
Minyak kelapa sawit
curah
|
Kuning
|
Tidak tengik
|
Cair
|
6.
|
Minyak jagung
|
Kuning cerah
|
Tidak tengik
|
Cair
|
b. Suhu dibawah 5°C
No
|
Jenis Minyak
|
Warna
|
Bau
|
Kondisi (cair/padat)
|
1.
|
Minyak kelapa
klentik
|
Putih
|
Tengik
|
Padat
|
2.
|
VCO
|
Putih
|
Tidak tengik
|
Membeku
|
3.
|
Minyak kedelai
|
Kuning keputihan
|
Tidak tengik
|
Cair
|
4.
|
Minyak kelapa sawit
komersial
|
Kuning keemasan
|
Tidak tengik
|
Cair
|
5.
|
Minyak kelapa sawit
curah
|
Kuning
|
Tidak tengik
|
Agak membeku
|
6.
|
Minyak jagung
|
Kuning cerah
|
Tidak tengik
|
Agak membeku
|
Pembahasan
Minyak merupakan
lipida yang berbentuk cair pada suhu ruang. Wujud cair pada minyak pada suhu
ruang dapat disebabkan karena adanya ikatan rangkap pada asam lemak penyusunnya
(asam lemak tidak jenuh) misalnya asam oleat pada minyak kelapa sawit, dapat
pula disebabkan karena asam lemak penyusun minyak tersebut memiliki rantai C
yang pendek atau menengah misalnya asam butirat dan asam laurat pada minyak
kelapa (Kusnandar, 2010).
Ketika minyak berada
pada suhu lingkungan dingin dimana suhu tersebut lebih rendah dari titik
lelehnya maka minyak akan memadat. Pada praktikum pengaruh suhu terhadap
minyak, dilakukan dua perlakuan suhu. Perlakuan pertama minyak diletakan pada
suhu ruang (±27°C), dan perlakuan kedua minyak diletakkan pada suhu dingin
yaitu suhu dibawah 5°C.
Pada perlakuan di
suhu ruang, seluruh minyak berfase cair. Hal tersebut dikarenakan pada suhu
ruang (±27°C) asam lemak-asam lemak penyusun minyak yang diuji sebagian besar
berada pada suhu di atas titik lelehnya (Kusnandar, 2010). Sedangkan pada suhu
dibawah 5°C, yang menunjukkan adanya perbedaan fase yaitu minyak kelapa klentik
dan VCO. Pada suhu di bawah 5°C kondisi minyak kelapa klentik dan VCO adalah
padat/membeku. Sedangkan untuk minyak yang lainnya yaitu minyak kedelai, minyak
kelapa sawit komersial, minyak kelapa sawit curah, dan minyak jagung tetap
berada pada fase cair.
Virgin Coconut Oil
(VCO) adalah minyak kelapa yang diproses
tanpa menggunakan suhu tinggi dan penambahan zat kimia. Didalam VCO
terkandung asam lemak jenuh rantai menengah (medium chain fatty acid/MCFA) yang
terdiri atas asam laurat, asam kaprat, asam
kaprilat, dan asam miristat. Kualitas VCO ditentukan oleh asam
rantai menengah yang terbesar yaitu asam
laurat yang mencapai 45-55% dan juga oleh kadar air, berat jenis, angka peroksida,
dan asam lemak bebas (Ketaren,
1986). Pada praktikum
pengaruh suhu terhadap minyak kali ini, pada suhu ruang (±27°C) VCO berfase
cair, sedangkan pada suhu dingin yaitu suhu dibawah 5°C berubah fase menjadi
padat, hal ini terjadi karena VCO memiliki titik leleh yang tinggi sehingga
apabila didinginkan akan membeku/padat.
Asam lemak yang
terkandung dalam minyak kedelai sebagian besar berupa asam lemak tidak jenuh
dan asam lemak jenuh. Kandungan asam lemak jenuh pada minyak kedelai sekitar
15% dan untuk asam lemak tidak jenuh sekitar 85%. Senyawa lipositol adalah
senyawa fosfolipid yang memiliki gugus hidroksil (-OH). Senyawa lipositol
merupakan senyawa khas yang terdapat pada kedelai. Minyak kedelai berbentuk
cair pada kisaran temperatur relatif besar dan dapat dihidrogenasi untuk
dicampurkan dengan minyak-minyak cair lainnya maupun semi padat. Umumnya minyak
kedelai berwarna kuning muda (Beddu Amang dkk, 1996: 45). Minyak kedelai
memiliki titik leleh 22-310C, selain itu juga larut dalam etanol,
eter, kloroform, karbon disulfida. Pada suhu ruang (±27°C) maupun pada suhu
dingin yaitu suhu dibawah 5°C minyak kedelai berfase cair, hal ini terjadi
karena minyak kedelai memiliki titik leleh yang rendah sehingga apabila
didinginkan tidak mengalami perubahan fase yaitu tetap cair.
Minyak kelapa sawit
komersial memiliki fase yang tidak berbeda nyata ketika diletakkan pada beaker
glass berisi air suhu ruang dan pada beaker glass berisi air suhu di bawah 5°C
yaitu sama-sama berada pada fase cair. Jika dilihat dari komposisi asam
lemaknya, minyak kelapa sawit komersial mengandung asam palmitat sebanyak 40-46
% dan asam oleat sebanyak 39-45% (Muchtadi, 2010). Asam oleat memiliki titik
leleh 16°C dan asam palmitat memiliki titik leleh 60°C sehingga seharusnya
minyak kelapa sawit komersial pada suhu di bawah 5°C sudah tidak berwujud cair
lagi. Ketidaksesuaian antara hasil dengan teori tersebut dapat disebabkan
karena pada saat pengujian, air yang ada dalam beaker glass memang bersuhu
dibawah 5°C tetapi suhu tersebut belum sepenuhnya membuat suhu minyak menjadi
dingin sampai di bawah titik lelehnya. Dapat juga terjadi karena minyak yang
digunakan terlalu sedikit sehingga adanya padatan belum terlihat. Jika
dibiarkan terus pada suhu dingin, tentu lama-lama minyak tersebut akan terlihat
memadat.
Pada minyak kelapa
sawit curah masih berwujud cair/agak membeku pada suhu dingin, padahal
seharusnya minyak tersebut menjadi padat karena selain dari kandungan asam
lemaknya, pada pembuatannya hanya dilakukan satu kali fraksinasi sehingga masih
terdapat fraksi stearin yang padat. Jika kita memiliki minyak sawit curah lalu
dibiarkan pada suhu dingin, biasanya akan ada padatan yang mengendap di bagian
bawah wadah. Namun pada pengujian yang telah dilakukan minyak tersebut masih
berwujud cair pada suhu dingin. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena
jumlah minyak yang terlalu sedikit (10 ml), sebenarnya minyak tersebut sudah
ada fraksi yang memadat hanya saja tidak terlalu terlihat. Namun jika
dibandingkan dengan minyak sawit komersial ada perbedaan sedikit pada minyak
tersebut. Minyak kelapa sawit curah biasanya dalam pembuatannya hanya
menggunakan satu kali proses fraksinasi sedangkan pada minyak kelapa sawit
komersial dua kali fraksinasi, sehingga pada minyak kelapa sawit curah walaupun
masih cair namun ada sedikit butir-butir lemak pada minyak tersebut.
Minyak
jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh glliserol dan asam-asamlemak.
Presentase gliserida sekitar 98,6%, sedangkan sisanya merupakan bahan non
minyak seperti abu, zat warna atau lilin. Asam lemak yang menyusun minyak
jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh. Bagian jagung yang mengandung minyak adalah lembaga (germ).
Minyak jagung dapat diekstrak dari hasil proses penggilingan kering maupun basah,
proses penggilinganyang berbeda akan menghasilkan rendemen minyak yang berbeda
pula. Pada penggilingan kering (dry-milled), minyak jagung dapat diekstrak
dengan pengepresan maupun ekstraksi hexan.
Kandungan asam lemak jenuh pada minyak jagung relatif rendah,
yaitu asam palmitat 11% dan asam stearat 2%. Sebaliknya, kandungan
asam lemak tidak jenuhnya cukup tinggi, terutama asam linoleat yang
mencapai 24%, sedangkan asam linolenat dan arakhidonatnya sangat kecil. Minyak jagung relatif stabil karena kandungan asam linolenatnya sangat kecil (0,4%) dan mengandung antioksidan alami yang tinggi. Mutu minyak jagung cukup tinggi karena distribusi asam lemaknya yang berimbang, terutama oleat dan linoleat. Pada suhu ruang (±27°C) maupun pada suhu dingin yaitu
suhu dibawah 5°C minyak jagung berfase cair, hal ini terjadi karena minyak
jagung memiliki titik leleh yang rendah sehingga apabila didinginkan tidak
mengalami perubahan fase yaitu tetap cair.
Titik leleh dan titik
didih minyak atau lemak bukan merupakan suhu yang tepat, tetapi merupakan
kisaran pada suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena minyak atau lemak
tersusun oleh campuran gliserida dan komponen lainnya (Slamet Sudarmaji dkk,
2003: 112). Titik leleh minyak dipengaruhi oleh jumlah ikatan rangkap dan isomer
ikatan rangkap cis, massa molekul dan adanya gugus hidroksil. Semakin banyak
jumlah ikatan rangkap dan ikatan rangkap cis maka titik leleh minyak akan
mengalami penurunan. Namun semakin tinggi massa molekul, maka titik leleh dan
titik didih minyak semakin meningkat (Ketaren, 1986:23-24). Senyawa dengan
massa molekul sama akan mengalami kenaikan titik leleh dan titik didih dengan
adanya gugus hidroksil (Fessenden & Fessenden, 1997: 297).
Perubahan warna yang terjadi pada minyak klentik dan VCO yaitu pada suhu
ruang (±27°C) berwarna
bening, sedangkan pada suhu dingin yaitu suhu dibawah 5°C berubah warna menjadi
putih disebabkan karena minyak memiliki sifat fisik diantaranya berubah warna,
perubahan warna ini karena pengaruh suhu dan ditentukan oleh adanya pigmen yang
masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida
tidak berwarna. Warna kuning dalam lemak pangan disebabkan oleh kombinasi
antara senyawa nitrogen dengan lemak teroksidasi disamping itu juga warna
orange atau kuning disebabkan adanya zat warna alamiah yang terdapat pada
minyak kelapa yaitu pigmen karotene yang larut dalam minyak merupakan
hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi.
Pada suhu 50 C bau yang tercium tidak terlalau kuat dari tiap
sample minyak kecuali pada minyak klentik, hal ini dikarenakan terjadinya
pembekuan pada tiap sampel yang mengakibatkan memperlambat gerakan
molekul-molekul sehingga jarak antar molekul lebih kecil. Bau khas dari minyak
kelapa sawit dikarenakan terdapatnya persenyawaan beta ionone, sedangkan bau
yang khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonylmethylketon.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat
adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Secara umum,
minyak yang diletakkan pada beaker glass berisi air suhu ruang lebih berbau
jika dibandingkan dengan minyak pada beaker berisi air dingin. Hal tersebut
disebabkan karena adanya bau pada minyak dapat terbentuk salah satunya karena
adanya asam lemak berantai pendek akibat oksidasi dan hidrolisis minyak. Pada
suhu lebih rendah, reaksi oksidasi dan hidrolisis sedikit dapat dihambat
sehingga pada suhu ruang sekitar 27°C minyak lebih berbau.
KESIMPULAN
Dari hasil pengujian
pengaruh suhu terhadap minyak kelapa klentik, VCO, minyak kedelai, minyak sawit
komersial, minyak sawit curah, dan minyak jagung dapat disimpulkan:
1.
Pada suhu (±27°C) seluruh minyak berwujud cair. Pada suhu
yang lebih dingin (dibawah 5°C) minyak klentik dan VCO yang berwujud padat
sedangkan minyak yang lainnya masih cair. Kondisi padat atau cair pada minyak
ditentukan oleh titik lelehnya. Titik leleh minyak ditentukan oleh jenis dari
asam lemak penyusunnya meliputi panjang rantai karbon, adanya ikatan rangkap,
dan adanya bentuk cis atau trans.
2.
Warna pada minyak dapat desebabkan karena adanya pigmen
dalam minyak (karoten,
xanthofil, klorofil, dananthosyanin). Selain itu juga disebabkan karena reaksi enzimatis
serta oksidasi minyak dan pigmen. Pada suhu ruang dan suhu dingin minyak
klentik dan VCO yang berbeda yaitu bening pada suhu ruang dan putih pada suhu
dingin. Minyak kedelai berwarna kuning keputihan, minyak kelapa sawit komersial
berwarna kuning keemasan, minyak kelapa sawit curah berwarna kuning, dan minyak
jagung berwarna kuning cerah.
3.
Bau dan flavor dalam minyak bisa terdapat secara alami,
juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan
minyak. Suhu yang lebih rendah secara umum dapat sedikit menghambat kerusakan
minyak akibat oksidasi dan hidrolisis.
DAFTAR PUSTAKA
Beddu Amang dkk. 1996.
Tinjauan Tentang Berbagai Minyak. (online) http:// staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/...%20Dra...Si..../Bab_2.pdf/.
Diakses pada 14 Desember 2013
Buckle, K.A. dkk. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo Adiono.
Jakarta : UI-Press
Ketaren, S.
1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. Jakarta : UI-Press
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro.
Jakarta: Dian
Rakyat
Muchtadi, Deddy. 2005. Memilih Minyak Goreng yang Baik.
(online). http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_mykgoreng.php. Diakses 10
Desember 2013
Muchtadi, Tien R. Sugiyono dan Fitriyono A. 2010. Ilmu
Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung : Alfabeta
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar