Selasa, 24 Desember 2013

Laporan Praktikum Kimia Pangan

PENGARUH SUHU TERHADAP MINYAK
Tiffany Gumilang Windhesty, A1M012005

ABSTRACT
Kandungan asam lemak pada beberapa jenis minyak berbeda satu sama lain baik jenis maupun jumlahnya. Pada minyak dengan asam lemak jenuh yang tinggi akan memiliki titik leleh yang tinggi. Bila minyak tersebut didinginkan maka akan membeku. Praktikum pengaruh suhu terhadap minyak bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pada beberapa jenis minyak. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap sifat fisik minyak yang meliputi keadaan cair atau padat, warna, serta bau. Minyak yang diuji terdiri dari minyak kelapa klentik, VCO, minyak kedelai, minyak kelapa sawit komersial, minyak kelapa sawit curah, dan minyak jagung. Pengujian dilakukan dengan memasukkan setiap jenis minyak ke dalam dua tabung reaksi, lalu dilakukan dua perlakuan yaitu dimasukkan ke dalam beaker glass berisi air suhu ruang dan pada beaker glass yang berisi air suhu dingin (di bawah 5°C). Setelah didiamkan selama 10 menit setiap minyak diamati warna, bau dan kondisi cair atau padat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada suhu ruang semua jenis minyak berada pada kondisi cair. Sedangkan pada suhu di bawah 5°C ada dua minyak yang berfase padat atau membeku yaitu minyak kelapa klentik dan VCO, kemudian ada juga yang agak membeku yaitu minyak kelapa sawit curah dan minyak jagung. Pada pengamatan warna minyak, pada suhu ruang minyak klentik dan VCO berwarna bening, minyak kedelai berwarna kuning keputihan, minyak kelapa sawit komersial berwarna kuning keemasan, minyak kelapa sawit curah berwarna kuning, minyak jagung berwarna kuning cerah. Sedangkan pada suhu dingin, hanya minyak klentik dan VCO yang berbeda warnanya dibanding dengan pada suhu ruang yaitu menjadi putih, untuk minyak yang lain memiliki warna yang sama dengan pada perlakuan suhu ruang. Pada pengamatan bau minyak pada suhu ruang semua jenis minyak yang di uji memiliki bau yang tidak tengik. Sedangkan pada suhu dingin hanya minyak klentik yang berubah baunya yaitu menjadi tengik sedangkan minyak jenis lainnya tidak mengalami perubahan.

PENDAHULUAN
Minyak  termasuk kelompok lipida sederhana yang bersifat tidak larut dalam air. Minyak cair pada suhu ruang, hal ini disebabkan karena rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh serta mempunyai titik leleh yang rendah. Minyak dan lemak adalah senyawa kimia yang banyak terdapat di alam. Minyak umumnya berwujud cair pada suhu ruang sedangkan lemak cenderung berwujud padat pada suhu ruang. Asam-asam lemak merupakan komponen penyusun minyak dan lemak, dan asam lemak ini merupakan senyawa rantai karbon. Dalam rantai karbon asam lemak tersebut, terdapat ikatan antar karbon yang berjenis tunggal maupun rangkap. Ikatan jenis tunggal pada rantai karbon memiliki kestabilan oksidatif yang lebih baik dibandingkan ikatan rangkap. Sebaliknya, ikatan rangkap memberikan sifat minyak yang cair pada suhu ruang. Minyak tersusun atas asam lemak dimana setiap jenis minyak memiliki asam lemak penyusun yang berbeda-beda jenis dan jumlahnya. Sebagai contoh minyak jagung memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi yaitu oleat 29% dan linoleat 54% (Buckle,1985). Sedangkan minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh tinggi yaitu asam laurat sebanyak 44-52% (Ketaren, 1986).
Beberapa jenis minyak (terutama yang tinggi kadar asam lemak jenuhnya) memiliki titik leleh tinggi. Bila minyak jenis ini didinginkan akan membeku. Tetapi ada juga lemak yang sudah menjadi cair pada waktu temperatur mulai naik, kemudian akan memadat kembali. Pencairan kedua akan terjadi pada temperatur yang lebih tinggi lagi. Bila lemak dengan sifat seperti diatas diulangi pemanasannya, maka bahan akan mencair pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur pemanasan pertama. Dalam bahan makanan terdapat berbagai jenis trigliserida, dan karena hal ini maka titik lebur lemak dan minyak tidak tajam, tetapi merupakan kisaran suhu. Lemak dan minyak juga menunjukan variasi yang besar pada sifat tekstur dan daya pembentuk creamnya. Kekuatan ikatan antar radikal asam lemak dalam kristal mempengaruhi pembentuk kristal. Hal ini berarti juga mempengaruhi titik cair lemak. Makin kuat ikatan antar molekul asam lemak, makin banyak panas yang diperlukan untuk pencairan kristal. Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi juga oleh sifat asam lemak, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam Kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis dan trans pada asam lemak tidak jenuh. Demikian pula dapat dimengerti bahwa asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih. Membiarkan 10 menit kemudian mengamati : warna, bau, kondisi cair/padat (membandingkan isi tabung di dalam beaker 1 dengan beaker 2). Membuat hasil pengamatan ke dalam tabel tinggi daripada asam lemak tidak jenuh. Adanya bentuk trans pada asam lemak akan menyebabkan lemak mempunyai titik lebur yang lebih tinggi daripada adanya bentuk cis ( F.G Winarno ).
Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier dengan bertambah panjangnya rantai atom karbon. Asam lemak dengan ikatan trans mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang bersifat cis (Ketaren, 1986).
Warna merupakan salah satu sifat fisik dari minyak. Zat warna terdiri dari dua golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna kuning), xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin (berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh (Muchtadi, 2010).
Selain titik leleh dan warna minyak, sifat fisik minyak yang juga penting adalah bau minyak. Bau atau flavor pada minyak dapat disebabkan secara alam oleh beberapa asam lemak yang memiliki bau yang khas misalnya asam butirat. Selain itu, adanya bau pada minyak (bau tengik) juga disebabkan karena adanya kerusakan minyak akibat oksidasi dan hidrolisis. Pada oksidasi minyak, akan terbebtuk senyawa-senyawa dengan rantai pendek seperti aldehid rantai pendek, keton rantai pendek dan asam lemak dengan rantai lebih pendek. Senyawa-senyawa tersebut memiliki bau yang tidak enak (tengik). Pada hidrolisis minyak, asam lemak bebas akan terbentuk, asam lemak bebas dengan rantai pendek juga mengasilkan bau tengik. Ada juga flavour yang disebabkan oleh komponen bukan minyak contohnya bau khas minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta ionone, sedang bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl methylketon (Ketaren, 1986).

METODE PRAKTIKUM
A.  ALAT DAN BAHAN
Alat : tabung reaksi, pipet ukur, beaker glass 500 ml, rak tabung reaksi.
Bahan : minyak kelapa klentik, VCO (Virgin Coconut Oil), minyak kedelai, minyak kelapa sawit komersial (merk rosebrand), minyak kelapa sawit curah (merk malinda), minyak jagung, air suhu ruang (±27C), air suhu di bawah 5°C.

B.  PROSEDUR PELAKSANAAN
Praktikum pengujian pengaruh suhu terhadap minyak digunakan enam jenis minyak yaitu minyak kelapa klentik, VCO (Virgin Coconut Oil), minyak kedelai, minyak kelapa sawit komersial (merk rosebrand), minyak kelapa sawit curah (merk malinda), minyak jagung. Setiap jenis minyak sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing dua tabung, sehingga seluruhnya ada 12 tabung reaksi. Masing-masing minyak diberi dua perlakuan. Perlakuan pertama tabung yang berisi minyak dimasukkan ke dalam beaker glass berisi air dengan suhu ruang (±27C), sedangkan yang lain dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air dengan suhu di bawah 5°C. Tabung dibiarkan di dalam beaker glass tersebut selama 10 menit, kemudian diamati sifat fisiknya meliputi warna, bau, dan kondisi padat atau cair. Tabung reaksi di dalam beaker pertama dan kedua dibandingkan hasilnya.



HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Pada praktikum pengaruh suhu terhadap minyak, diperoleh dua jenis data yaitu data warna, bau dan kondisi minyak yaitu pada suhu ruang (±27°C) dan pada suhu di bawah 5°C, data hasil pengamatan disajikan dalam tabel di bawah ini.
a.    Suhu ruang (±27°C)
No
Jenis Minyak
Warna
Bau
Kondisi (cair/padat)
1.
Minyak kelapa klentik
Bening
Tidak tengik
Cair
2.
VCO
Bening
Tidak tengik
Cair
3.
Minyak kedelai
Kuning keputihan
Tidak tengik
Cair
4.
Minyak kelapa sawit komersial
Kuning keemasan
Tidak tengik
Cair
5.
Minyak kelapa sawit curah
Kuning
Tidak tengik
Cair
6.
Minyak jagung
Kuning cerah
Tidak tengik
Cair

b.    Suhu dibawah 5°C
No
Jenis Minyak
Warna
Bau
Kondisi (cair/padat)
1.
Minyak kelapa klentik
Putih
Tengik
Padat
2.
VCO
Putih
Tidak tengik
Membeku
3.
Minyak kedelai
Kuning keputihan
Tidak tengik
Cair
4.
Minyak kelapa sawit komersial
Kuning keemasan
Tidak tengik
Cair
5.
Minyak kelapa sawit curah
Kuning
Tidak tengik
Agak membeku
6.
Minyak jagung
Kuning cerah
Tidak tengik
Agak membeku

Pembahasan
Minyak merupakan lipida yang berbentuk cair pada suhu ruang. Wujud cair pada minyak pada suhu ruang dapat disebabkan karena adanya ikatan rangkap pada asam lemak penyusunnya (asam lemak tidak jenuh) misalnya asam oleat pada minyak kelapa sawit, dapat pula disebabkan karena asam lemak penyusun minyak tersebut memiliki rantai C yang pendek atau menengah misalnya asam butirat dan asam laurat pada minyak kelapa (Kusnandar, 2010).
Ketika minyak berada pada suhu lingkungan dingin dimana suhu tersebut lebih rendah dari titik lelehnya maka minyak akan memadat. Pada praktikum pengaruh suhu terhadap minyak, dilakukan dua perlakuan suhu. Perlakuan pertama minyak diletakan pada suhu ruang (±27°C), dan perlakuan kedua minyak diletakkan pada suhu dingin yaitu suhu dibawah 5°C.
Pada perlakuan di suhu ruang, seluruh minyak berfase cair. Hal tersebut dikarenakan pada suhu ruang (±27°C) asam lemak-asam lemak penyusun minyak yang diuji sebagian besar berada pada suhu di atas titik lelehnya (Kusnandar, 2010). Sedangkan pada suhu dibawah 5°C, yang menunjukkan adanya perbedaan fase yaitu minyak kelapa klentik dan VCO. Pada suhu di bawah 5°C kondisi minyak kelapa klentik dan VCO adalah padat/membeku. Sedangkan untuk minyak yang lainnya yaitu minyak kedelai, minyak kelapa sawit komersial, minyak kelapa sawit curah, dan minyak jagung tetap berada pada fase cair.
Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak kelapa yang diproses  tanpa menggunakan suhu tinggi dan penambahan zat kimia. Didalam VCO terkandung asam lemak jenuh rantai menengah (medium chain fatty acid/MCFA) yang terdiri atas asam laurat, asam kaprat, asam  kaprilat, dan asam miristat. Kualitas VCO ditentukan oleh asam rantai  menengah yang terbesar yaitu asam laurat yang mencapai 45-55% dan juga oleh kadar air, berat jenis, angka peroksida, dan asam lemak bebas (Ketaren, 1986). Pada praktikum pengaruh suhu terhadap minyak kali ini, pada suhu ruang (±27°C) VCO berfase cair, sedangkan pada suhu dingin yaitu suhu dibawah 5°C berubah fase menjadi padat, hal ini terjadi karena VCO memiliki titik leleh yang tinggi sehingga apabila didinginkan akan membeku/padat.
Asam lemak yang terkandung dalam minyak kedelai sebagian besar berupa asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh. Kandungan asam lemak jenuh pada minyak kedelai sekitar 15% dan untuk asam lemak tidak jenuh sekitar 85%. Senyawa lipositol adalah senyawa fosfolipid yang memiliki gugus hidroksil (-OH). Senyawa lipositol merupakan senyawa khas yang terdapat pada kedelai. Minyak kedelai berbentuk cair pada kisaran temperatur relatif besar dan dapat dihidrogenasi untuk dicampurkan dengan minyak-minyak cair lainnya maupun semi padat. Umumnya minyak kedelai berwarna kuning muda (Beddu Amang dkk, 1996: 45). Minyak kedelai memiliki titik leleh 22-310C, selain itu juga larut dalam etanol, eter, kloroform, karbon disulfida. Pada suhu ruang (±27°C) maupun pada suhu dingin yaitu suhu dibawah 5°C minyak kedelai berfase cair, hal ini terjadi karena minyak kedelai memiliki titik leleh yang rendah sehingga apabila didinginkan tidak mengalami perubahan fase yaitu tetap cair.
Minyak kelapa sawit komersial memiliki fase yang tidak berbeda nyata ketika diletakkan pada beaker glass berisi air suhu ruang dan pada beaker glass berisi air suhu di bawah 5°C yaitu sama-sama berada pada fase cair. Jika dilihat dari komposisi asam lemaknya, minyak kelapa sawit komersial mengandung asam palmitat sebanyak 40-46 % dan asam oleat sebanyak 39-45% (Muchtadi, 2010). Asam oleat memiliki titik leleh 16°C dan asam palmitat memiliki titik leleh 60°C sehingga seharusnya minyak kelapa sawit komersial pada suhu di bawah 5°C sudah tidak berwujud cair lagi. Ketidaksesuaian antara hasil dengan teori tersebut dapat disebabkan karena pada saat pengujian, air yang ada dalam beaker glass memang bersuhu dibawah 5°C tetapi suhu tersebut belum sepenuhnya membuat suhu minyak menjadi dingin sampai di bawah titik lelehnya. Dapat juga terjadi karena minyak yang digunakan terlalu sedikit sehingga adanya padatan belum terlihat. Jika dibiarkan terus pada suhu dingin, tentu lama-lama minyak tersebut akan terlihat memadat.
Pada minyak kelapa sawit curah masih berwujud cair/agak membeku pada suhu dingin, padahal seharusnya minyak tersebut menjadi padat karena selain dari kandungan asam lemaknya, pada pembuatannya hanya dilakukan satu kali fraksinasi sehingga masih terdapat fraksi stearin yang padat. Jika kita memiliki minyak sawit curah lalu dibiarkan pada suhu dingin, biasanya akan ada padatan yang mengendap di bagian bawah wadah. Namun pada pengujian yang telah dilakukan minyak tersebut masih berwujud cair pada suhu dingin. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena jumlah minyak yang terlalu sedikit (10 ml), sebenarnya minyak tersebut sudah ada fraksi yang memadat hanya saja tidak terlalu terlihat. Namun jika dibandingkan dengan minyak sawit komersial ada perbedaan sedikit pada minyak tersebut. Minyak kelapa sawit curah biasanya dalam pembuatannya hanya menggunakan satu kali proses fraksinasi sedangkan pada minyak kelapa sawit komersial dua kali fraksinasi, sehingga pada minyak kelapa sawit curah walaupun masih cair namun ada sedikit butir-butir lemak pada minyak tersebut.
Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh glliserol dan asam-asamlemak. Presentase gliserida sekitar 98,6%, sedangkan sisanya merupakan bahan non minyak seperti abu, zat warna atau lilin. Asam lemak yang menyusun minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Bagian jagung yang mengandung minyak adalah lembaga (germ). Minyak jagung dapat diekstrak dari hasil proses penggilingan kering maupun basah, proses penggilinganyang berbeda akan menghasilkan rendemen minyak yang berbeda pula. Pada penggilingan kering (dry-milled), minyak jagung dapat diekstrak dengan pengepresan maupun ekstraksi hexan.
Kandungan asam lemak jenuh pada minyak jagung relatif rendah, yaitu asam palmitat 11% dan asam stearat 2%. Sebaliknya, kandungan asam lemak tidak jenuhnya cukup tinggi, terutama asam linoleat yang mencapai 24%, sedangkan asam linolenat dan arakhidonatnya sangat kecil. Minyak jagung relatif stabil karena kandungan asam linolenatnya sangat kecil (0,4%) dan mengandung antioksidan alami yang tinggi. Mutu minyak jagung cukup tinggi karena distribusi asam lemaknya yang berimbang, terutama oleat dan linoleat. Pada suhu ruang (±27°C) maupun pada suhu dingin yaitu suhu dibawah 5°C minyak jagung berfase cair, hal ini terjadi karena minyak jagung memiliki titik leleh yang rendah sehingga apabila didinginkan tidak mengalami perubahan fase yaitu tetap cair.
Titik leleh dan titik didih minyak atau lemak bukan merupakan suhu yang tepat, tetapi merupakan kisaran pada suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena minyak atau lemak tersusun oleh campuran gliserida dan komponen lainnya (Slamet Sudarmaji dkk, 2003: 112). Titik leleh minyak dipengaruhi oleh jumlah ikatan rangkap dan isomer ikatan rangkap cis, massa molekul dan adanya gugus hidroksil. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap dan ikatan rangkap cis maka titik leleh minyak akan mengalami penurunan. Namun semakin tinggi massa molekul, maka titik leleh dan titik didih minyak semakin meningkat (Ketaren, 1986:23-24). Senyawa dengan massa molekul sama akan mengalami kenaikan titik leleh dan titik didih dengan adanya gugus hidroksil (Fessenden & Fessenden, 1997: 297).
Perubahan warna yang terjadi pada minyak klentik dan VCO yaitu pada suhu ruang (±27°C) berwarna bening, sedangkan pada suhu dingin yaitu suhu dibawah 5°C berubah warna menjadi putih disebabkan karena minyak memiliki sifat fisik diantaranya berubah warna, perubahan warna ini karena pengaruh suhu dan ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna kuning dalam lemak pangan disebabkan oleh kombinasi antara senyawa nitrogen dengan lemak teroksidasi disamping itu juga warna orange atau kuning disebabkan adanya zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa yaitu pigmen karotene yang larut dalam minyak merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi.
Pada suhu 50 C bau yang tercium tidak terlalau kuat dari tiap sample minyak kecuali pada minyak klentik, hal ini dikarenakan terjadinya pembekuan pada tiap sampel yang mengakibatkan memperlambat gerakan molekul-molekul sehingga jarak antar molekul lebih kecil. Bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya persenyawaan beta ionone, sedangkan bau yang khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonylmethylketon.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Secara umum, minyak yang diletakkan pada beaker glass berisi air suhu ruang lebih berbau jika dibandingkan dengan minyak pada beaker berisi air dingin. Hal tersebut disebabkan karena adanya bau pada minyak dapat terbentuk salah satunya karena adanya asam lemak berantai pendek akibat oksidasi dan hidrolisis minyak. Pada suhu lebih rendah, reaksi oksidasi dan hidrolisis sedikit dapat dihambat sehingga pada suhu ruang sekitar 27°C minyak lebih berbau.

KESIMPULAN
Dari hasil pengujian pengaruh suhu terhadap minyak kelapa klentik, VCO, minyak kedelai, minyak sawit komersial, minyak sawit curah, dan minyak jagung dapat disimpulkan:
1.      Pada suhu (±27°C) seluruh minyak berwujud cair. Pada suhu yang lebih dingin (dibawah 5°C) minyak klentik dan VCO yang berwujud padat sedangkan minyak yang lainnya masih cair. Kondisi padat atau cair pada minyak ditentukan oleh titik lelehnya. Titik leleh minyak ditentukan oleh jenis dari asam lemak penyusunnya meliputi panjang rantai karbon, adanya ikatan rangkap, dan adanya bentuk cis atau trans.
2.      Warna pada minyak dapat desebabkan karena adanya pigmen dalam minyak (karoten, xanthofil, klorofil, dananthosyanin). Selain itu juga disebabkan karena reaksi enzimatis serta oksidasi minyak dan pigmen. Pada suhu ruang dan suhu dingin minyak klentik dan VCO yang berbeda yaitu bening pada suhu ruang dan putih pada suhu dingin. Minyak kedelai berwarna kuning keputihan, minyak kelapa sawit komersial berwarna kuning keemasan, minyak kelapa sawit curah berwarna kuning, dan minyak jagung berwarna kuning cerah.
3.      Bau dan flavor dalam minyak bisa terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Suhu yang lebih rendah secara umum dapat sedikit menghambat kerusakan minyak akibat oksidasi dan hidrolisis.





DAFTAR PUSTAKA

Beddu Amang dkk. 1996. Tinjauan Tentang Berbagai Minyak. (online) http:// staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/...%20Dra...Si..../Bab_2.pdf/. Diakses pada 14 Desember 2013
Buckle, K.A. dkk. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo Adiono. Jakarta : UI-Press
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. Jakarta : UI-Press
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta: Dian Rakyat
Muchtadi, Deddy. 2005. Memilih Minyak Goreng yang Baik. (online). http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_mykgoreng.php. Diakses 10 Desember 2013
Muchtadi, Tien R. Sugiyono dan Fitriyono A. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung : Alfabeta
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar